Nama Padukuhan Jaranan Berasal dari Kuda Sri Sultan Hamengkubuwono VIII
Nama Jaranan diambil dari kisah perjalanan Kanjeng Sinuwun Hamengkubuwono VIII yang sedang meninjau keadaan kawulanya di wilayah Kalurahan Panggungharjo.
Nama Jaranan diambil dari kisah perjalanan Kanjeng Sinuwun Hamengkubuwono VIII yang sedang meninjau keadaan kawulanya di wilayah Kalurahan Panggungharjo.
Beberapa tahun kemudian ketika mengantar tamu ke Keraton Jogja, ia baru mengetahui alasan Mbah Maridjan sering berjalan tanpa alas kaki.
Setelah kekalahan Kerajaan Majapahit, sepasang suami istri itu melarikan diri ke sebuah hutan belantara dan membangunnya menjadi perkampungan.
Dahulu, warga Padukuhan Pelemsewu pantang mengadakan hajatan di Sabtu Pahing, hingga sekarang beberapa orang masih memercayai mitos tersebut.
Kawasan Ratu Boko sebagai situs kepurbakalaan juga mempunyai lingkungan kepurbakalaan yang mengelilinginya.
Padukuhan Sawit terdiri dari banyak kampung yang setiap kampungnya memiliki kisah sejarah masing-masing.
Kedekatan Mbah Josono dengan Keraton Yogyakarta dan julukan jawara yang tersemat, membuatnya menjadi tokoh yang disegani oleh warga.
Sejak zaman dahulu, Kampung Jetis bagai pusat ‘administrasi’ di Kapanewon Sewon dan beberapa warganya pandai mengangkat senjata melawan penjajah.
Tidak hanya menyimpan cerita legenda bagi masyarakat Pasifik selatan, pohon sukun juga dianggap memiliki kedudukan tinggi di Indonesia pada zaman dahulu.
Banyak tokoh masyarakat yang dihormati oleh warga Kampung Jomblang, salah satunya adalah Siswo Pandoyo yang berjiwa patriot tinggi.